Selasa, 26 November 2013

Erdogan; "Kami Tidak Akan Pernah Menjadi syetan yang Buta, Bisu dan Tuli." By: Nandang Burhanudin

Erdogan; "Kami Tidak Akan Pernah Menjadi syetan yang Buta, Bisu dan Tuli."By: Nandang Burhanudin
**** 

Di hadapan Parlemen Turki kemarin, Erdogan kembali memekakkan telinga mafia kudeta di Mesir. Orasinya yang penuh percaya diri, mengirim sinyal kepada junta kudeta, "Turki tidak gentar oleh ancaman -apalagi sekedar pemutusan diplomatik- oleh penguasa yang datang dari rahim kudeta."

"Kami tidak akan pernah menjadi Syetan yang buta, tuli, dan bisu. Kami akan terus kampanyekan, bahwa yang terjadi di Mesir adalah kudeta berdarah. Karena kami tak akan diam, kebenaran dikalahkan kebatilan", tegas Erdogan.

Orasi full semangat ini tak urung menciutkan nyali As-Sisi. Ia lantas menyuruh Nabil Fahmi, Menlu Mesir kudeta untuk merayu Jhon Kery, Menlu AS kreator kudeta, untuk menekan Turki agar tak terlalu "garang". As-Sisi pun meminta AS menyampaikan pesan, bahwa penguasa kudeta tak ingin membuka konfrontasi melawan Turki, sebaliknya sangat ingin kembali menjalin hubungan baik dengan Turki.

Sungguh, kehadiran Erdogan tak ubahnya oase yang memupus dahaga umat Islam atas hilangnya wibawa para pemimpin dunia Islam. Darah khilafah yang nyata memang selalu berbeda.

Kader PKS: Siap Siagalah Untuk Berkuasa! By: Nandang Burhanudin

Kader PKS: Siap Siagalah Untuk Berkuasa! By: Nandang Burhanudin 
*****

Diskursus Islam dan kekuasaan, nampaknya sudah final. Faham-faham yang kolonialisme yang dijejalkan kepada kalangan Muslim, nampak semakin pudar. Paham kolonialisme yang dimaksud adalah setiap faham yang hendak menjauhkan umat Islam dari pengelolaan SDA dan SDM sesuai misi besar manusia menjadi khalifah dan pemakmur alam semesta.

Pihak kolonial memanfaatkan beragam faham untuk menjauhkan umat Islam dari kekuasaan:

1. Faham yang mempersempit makna ibadah tidak dalam bingkai Din, Dunia, Daulah. Faham ini sangat marak di era Kolonial Inggris, Holland, AS, Yahudi dan bertahan hingga kini. Dengan faham tersebut, umat Islam dibuat tak berkutik. Hanya diberi jatah sebagai kuli atau tukang parkir di etalase negara yang asset-assetnya dimiliki penjajah.

2. Faham yang menunggu kekuasaan dan memalingkan umat dari pertempuran nyata di hadapan, dengan dalih kondisi yang tidak ideal. Faham ini meniadakan Jihad hingga ada komandan tertinggi, yang disebut amir atau khalifah. Maka faham ini meniadakan peran yayasan, sekolah, lembaga sosial, hingga lembaga sosial masyarakat. Faham yang mengarahkan umat mendengkur dan tak sadar sedang bertempur. Hobinya ikut campur menebar agitasi, tak sadar perannya telah membuat umat Islam semakin babak belur.

3. Faham inferior, yaitu faham yang menganggap kita kurang ilmu, minim pengalaman, sepi keahlian. Faham ini dimanfaatkan kolonial untuk membuat umat Islam terutama kaum mudanya, setback dan mengalihkan perjuangan yang sudah di depan mata.


Faham pertama dan kedua, sangat mudah dikenali. Sangat absurd jika kita mengikuti faham pertama dan kedua di saat umat terpuruk. Namun untuk faham yang ketiga, seringkali membuat kita terperosok ke dalam penyakit 'ajzuts tsiqoot (ketidakberdayaan orang-orang yang telah tsiqoh dalam perjuangan). Contohnya sangat lumrah terjadi. Massifnya aksi-aksi politik di PKS, acap membuat kader-kader tidak lagi meereguk samudera ilmu. Liqoaat dirasa sekedar rutinitas. Para pembina dituduh tidak sempat lagi melakukan persiapan-persiapan memadai. Demikian jajaran kaderisasi, dinilai tak sempat menginternalisasi nilai-nilai tarbawi yang dulu begitu kental. Lalu terdengar suara dari sayup-sayup hingga terang-terangan, untuk menjauhi dunia politik dan menghentikan perjuangan politik dengan dalih politik selama ini sia-sia belaka. Jiwa-jiwa yang tsiqoh ini pun memilih mundur teratur atau bersikap tak acuh dan ikut bergaduh.

Bagi kita, menuntut ilmu adalah fardhu 'ain. Tak ada kata berhenti hingga kita dijemput mati. Namun ilmu yang terbaik adalah ilmu aplikatif, yang dapat membimbing kita membimbing perjuangan-perjuangan yang efektif, terukur, dan inovatif. Masalahnya adalah berapa lama waktu yang kita butuhkan? Semisal kita mencita-citakan tafaqquh fiddien (faham mendalam agama), pertanyaannya adalah, berapa tahunkah? Lalu apakah pantas saat kita belajar itu kita meninggalkan perjuangan-perjuangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pencerdasan umat?

Ada baiknya kita mengikuti konsep yang ditawarkan Syaikh Al-Qaradhawi. Beliau membuat buku khusus berjudul Taisiirul Fiqhi Lil Muslim Al-Mu'ashir (Konsep Fiqh yang Mudah Untuk Muslim Kontemporer). Artinya kita pelajari yang mudah-mudah dari agama ini. Syaikh Al-Qaradhawi memandang, umat Islam harus terjun ke perjuangan hakiki; dalam persaingan ekonomi global, pergulatan politik praktis, pembebasan Al-Aqsha, hingga pada kebangkitan nyata umat Islam.

Bayangkan, jika kader-kader yang telah tsiqoh mundur teratur dari perjuangan-perjuangan di atas? Siapa yang akan melawan pertarungan di parlemen dengan SEKULER-LIBERAL-SYI'AH-PAHAM SESAT-Hegemoni Non Islam? Hari ini saja kita tak mampu menandingi massifnya ekonomi yang kita faham dikuasai Non Islam? Bukankah Jakarta saja kini menjadi tak tentu arah dan tak jelas jalan?

Permasalahan adanya praktik-praktik yang tidak ideal dan dilakukan beberapa kader PKS, menurut saya itu bagian dari pendewasaan. Tidak perlu apologetik dan tidak perlu juga emosional. Mental penguasa itu akan terlatih dari ujian-ujian yang berlaku. Tugas kita saat melihat saudara kita yang terpeleset adalah mengulurkan tangan, bukan mengepalkan tangan apalagi menjorokkannya hingga terkapar. Tugas kita adalah mencari celah, mengapa seorang kader bisa terpeleset? Untuk kemudian kita cari solusinya. Lantas adakah jaminan saat kita gagal atau menghindar dari ujian-ujian itu kita akan bebas dari ujian yang sama di masa depan? Kallaa ...sama sekali tidak. Justru di saat kita menghindar atau gagal menghadapi ujian korupsi, godaan wanita, dan jabatan, ujian itu akan datang sedia kala di masa depan? Ini sudah sunnatullah. Kia anggap beberapa Pemilu masa lalu sebagai tim ekspedisi pemantau situasi. Di 2014, adalah momentum terbaik untuk menebar cinta-kerja-harmoni. Wallahu A'lam. (26/11/13)

Fenomena Islam dan Syi'ah (Sebuah REnungan) By: Nandang Burhanudin ****

Fenomena Islam dan Syi'ah
(Sebuah REnungan)
By: Nandang Burhanudin
****

Karena alasan Syiah, negeri Iran dicaci dan dimaki. Tapi rakyat Iran bangga dengan pemimpin mereka yang bikin rakyatnya percaya diri? COba lirik pemimpin Sunni, ada...Lihat Selengkapnya
Fenomena Islam dan Syi'ah nienriswati.blogspot.com
(Sebuah REnungan)
By: Nandang Burhanudin
****

Karena alasan Syiah, negeri Iran dicaci dan dimaki. Tapi rakyat Iran bangga dengan pemimpin mereka yang bikin rakyatnya percaya diri? COba lirik pemimpin Sunni, adakah yang mampu membangkitkan kepercayaan diri rakyatnya?

Pemimpin Syi'ah atas nama MUT'AH menikmati wanita-wanita Syi'ah wanita-wanita bukan istrinya. Sedangkan pemimpin-pemimpin SUnni, menikmati wanita-wanita yang bukan istrinya atas nama apa?

Karena alasan MUT'AH, wanita-wanita Iran dianggap wanita bermasalah. Tapi para wanita Iran justru menjadikan MUT'AH sebagai manifestasi tadhiyah (pengorbanan). Menurut mereka, yang bilang MUT'AH HARAM kan orang-orang SUNNI. Sedangkan POLIGAMI yang menjadi Syariat saja ditolak halus wanita-wanita Sunni. Masih menurut mereka, jadi yang bermasalah itu siapa?

Karena alasan mencaci sahabat Nabi, orang-orang Syi'ah dikelompokkan bukan dari Islam. Padahal orang-orang Islam yang Sunni pun kurang sekali penghormatan kepada para sahabat. Orang-orang Sunni lebih menghormati artis-artis FILEM, pesinetron, aktor laga.

Karena alasan Al-Qur'annya sudah berbeda, Syi'ah dipandang sesat. Namun ternyata orang-orang Islam pun yang memiliki Al-Qur'an yang asli, masih jarang membuka apalagi menelaah dan mengkaji. Seburuk-buruknya Syi'ah, mereka rajin mengkaji Al-Qur'an walau disalahgunakan. Sayangnya orang-orang Sunni, mengkaji dan menjadikan Al-Qur'an sekedar jimat-jimat.