Senin, 15 Oktober 2012

Ujian mengusir jin dalam tubuh kita



Assalamualaikum…
Mungkin kita semua pernah mengalami perasaan ganjil di mana kadang-kadang kita terlihat bayangan orang di tengah malam. Suara ganjil memanggil kita ketika berseorangan. Bunyi-bunyi pelik dan seumpamanya. Hal ini berkemungkinan berlaku kerana kita tinggal bersama makhluk Allah yang lain iaitu Jin.
Tidak mengapa jika tinggal satu bumbung, tetapi bagaimana pula keadaannya jika mereka tinggal di dalam badan kita? Mungkin kita akan mengalami banyak masalah dan penyakit misteri. Oleh itu adalah penting untuk kita mengesan adakah badan kita ditumpang oleh makhluk ini? Mari sama-sama kita mencuba..
Langkah 1
Play RUQYAH SYARIAH di bawah ini dan dengar sehingga tamat (20min) menggunakan headphone dengan volume yang kuat.
Langkah 2
Pejamkan mata dan jangan ikut bacaan ayat-ayat ini baik dimulut atau dihati.
Langkah 3
Perhatikan setelah selesai… Jika anda batuk, berpeluh-peluh, terasa mual, jantung berdegup kencang, terasa berdebar-debar, ada benda bergerak-gerak di bawah kulit, sendawa, mengantuk, pening dan menguap, maka sahlah badan anda dihuni JIN.
Berjumpalah dengan ustaz atau ahli perubatan yang lebih mahir untuk mengesahkannya dan berubatlah secepat mungkin sebelum ia merebak menjadi lebih teruk. Di bawah ini ada sebuah video khas penerangan oleh ustaz Sharhan Shafie tentang cara-cara mengetahui adakah kita mewarisi saka.
SIMPTOM AWAL GANGGUAN JIN
1) Sakit kepala selepas waktu asar ke atas.
2) Badan terasa berat dan malas.
3) Sukar mendapat jodoh.
4) Badan terasa bisa-bisa.
5) Sakit ketika ziarah orang meninggal.
6) Sukar tidur malam.
7) Sakit pinggang tanpa sebab.
8 ) Sakit dada bila waktu asar keatas.
9) Mimpi melihat binatang seperti ular dan sebagainya.
10) Bermimpi bayi atau menyusukan bayi.
11) Bermimpi di tempat tinggi.
12) Bermimpi di tempat yang kotor.
13) Sakit anggota badan tertentu seperti kaki selepas waktu asar.
14) Ada terasa benda bergerak dibawah kulit.
15) Bayi kerap menangis.
16) Bunyi guli jatuh diatas syiling.
17) Suami isteri kerap bertengkar walau perkara kecil.
18) Sayang melampau-lampau pada orang yang baru dikenali.
19) Malas beribadat.
20) Nyanyuk ketika usia lanjut.
21) Panas baran.
22) Sikap berubah secara mendadak.
23) Gelisah dan panas ditengkuk bila dengar al-quran.
24) Suka melakukan tabiat buruk.
25) Kerap sendawa bila mendengar al-quran.
26) Kerap keguguran.
27) Gagal melakukan hubungan kelamin.
28) Mengantuk bila dengar al-quran.
29) Bermimpi seram yang menakutkan.
30) Darah haid turun lebih 15 hari.
31) Batuk yang berpanjangan.
32) Selalu ditindih ketika tidur.
33) Kuat berangan.
34) Terlalu rasa rendah diri dan tidak berkeyakinan.
35) Nafsu seksual yang melampau.
36) Selalu melihat kelibat dirumah.
37) Terasa diri selalu diperhatikan.
38) Mandul.
39) Kerap mendengar sesuatu bisikan.
40) Melihat jin secara terus.
41) Sakit mental atau gila.
Apa Itu Santau? Artikel tentang Santau boleh di baca di sini: Santau Itu Sihir!

Amalkan zikir di atas 100x tiap2 pagi & petang selama sebulan, insyaAllah diri anda akan dipagar dan gangguan jin pun akan beransur hilang.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Bahaya lidah



pf button both Bahaya Lidah
Lidah adalah anggota badan yang benar-benar perlu dijaga dan dikendalikan. Sesungguhnya lidah adalah penerjemah hati dan pengungkap isi hati. Oleh karena itulah, setelah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan istiqamah, beliau mewasiatkan untuk menjaga lisan. Dan lurusnya lidah itu berkaitan dengan kelurusan hati dan keimanan seseorang. Di dalam Musnad Imam Ahmad dari Anas bin Malik , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Iman seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga hatinya istiqamah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga lisannya istiqamah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga. (H.R. Ahmad, no. 12636, dihasankan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/13).
Dan di dalam Tirmidzi (no. 2407) dari Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
Jika anak Adam memasuki pagi hari sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lesan, “Takwalah kepada Allah di dalam menjaga hak-hak kami, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Jika engkau istiqaomah, maka kami juga istiqamah, jika engkau menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang. (H.R. Tirmidzi, no. 2407; dihasankan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/17, no. 1521) (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam, 1/511-512)
Oleh karena itulah, sepantasnya seorang mukmin menjaga lidahnya. Tahukah Anda jaminan bagi orang yang menjaga lidahnya dengan baik? Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya. (H.R. Bukhari, no. 6474; Tirmidzi, no. 2408; lafazh bagi Bukhari).
Beliau juga menjelaskan, bahwa menjaga lidah merupakan keselamatan.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, dia berkata, “Aku bertanya, wahai Rasulallah, apakah sebab keselamatan?” Beliau menjawab, “Kuasailah lidahmu, hendaklah rumahmu luas bagimu, dan tangisilah kesalahanmu”. (H.R. Tirmidzi, no.2406)
Yaitu janganlah engkau berbicara kecuali dengan perkara yang membawa kebaikanmu, betahlah tinggal di dalam rumah dengan melakukan ketaatan-ketaatan, dan hendaklah engkau menyesali kesalahanmu dengan cara menangis. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi).
Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata, “Ketahuilah, sepantasnya bagi setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang jelas mashlahatpadanya. Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama mashlahat-nya, maka menurut Sunnah adalah menahan diri darinya. Karena perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram atau makruh. Bahkan, ini banyak atau dominan pada kebiasaan. Sedangkan keselamatan itu tiada bandingannya. Telah diriwayatkan kepada kami di dalam dua Shahih, Al-Bukhari (no. 6475) dan Muslim (no. 47), dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”
Aku katakan: hadits yang disepakati shahihnya ini merupakan nash yang jelas bahwa sepantasnya seseorang tidak berbicara, kecuali jika perkataan itu merupakan kebaikan, yaitu yang nampak mashlahat-nya. Jika dia ragu-ragu tentang timbulnya mashlahat, maka dia tidak berbicara.
Dan Imam Asy-Syafi’i telah berkata, ‘Jika seseorang menghendaki berbicara, maka sebelum dia berbiacra hendaklah berpikir, jika nampak jelas mashlahat-nya dia berbicara, dan jika dia ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas mashlahat-nya.’” [Al-Adzkaar, 2/713-714, karya Imam An-Nawawi, tahqiiq dan takhriijSyaikh Salim Al-Hilaali, penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M].
Selain itu, bahwa lidah merupakan alat yang mengungkapkan isi hati. Jika Anda ingin mengetahui isi hati seseorang, maka perhatikanlah gerakan lidahnya, isi pembicaraannya, hal itu akan memberitahukan isi hatinya, baik orang tersebut mau atau enggan.
Diriwayatkan bahwa Yahya bin Mu’adz berkata, “Hati itu seperti periuk yang mendidih dengan isinya, sedangkan lidah itu adalah gayungnya. Maka, perhatikanlah seseorang ketika berbicara, karena sesungguhnya lidahnya itu akan mengambilkan untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis, pahit, tawar, asin, dan lainnya. Pengambilan lidahnya akan menjelaskan kepadamu rasa hatinya.” [Hilyatul Au'iyaa', 10/63, dinukil dari Aafaatul Lisaan fii Dhauil Kitab was Sunnah, hlm, 159, karya Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani]
Perkataan Para Salaf Tentang Hifzhul Lisan
Sesungguhnya, para Salaf dahulu biasa menjaga dan menghisab lidahnya dengan baik. Dan diriwayatkan dari mereka perkataan-perkataan yang bagus berkaitan dengan lidah dan pembicaraan. Kami sampaikan di sini sebagiannya agar kita dapat memetik manfaat darinya.
Diriwayatkan, bahwa ‘Umar bin Al-Khaththab berkata, “Barangsiapa banyak pembicaraannya, banyak pula tergelincirnya. Dan barangsiapa banyak tergelincirnya, banyak pula dosanya. Dan barangsiapa banyak dosa-dosanya, neraka lebih pantas baginya.” [Riwayat Al-Qudhai di dalam Musnad Asy-Syihab, no. 374; Ibnu Hibban di dalam Raudhatul 'Uqala', hlm. 44. Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 339, karya Imam Ibnu Rajab, dengan penelitian Syu’aib Al-Arnauth dan Ibrahim Bajis; penerbit Ar-Risalah; cet: 5; th: 1414 H/ 1994 M]
Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas’ud pernah bersumpah dengan nama Allah, lalu mengatakan, “Di muka bumi ini, tidak ada sesuatu yang lebih pantas menerima lamanya penjara daripada lidah!” [Riwayat Ibnu Hibban di dalamRaudhatul 'Uqala', hlm. 48. Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 340]
Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Jauhilah fudhuulul kalam (pembicaraan yang melebihi keperluan). Cukup bagi seseorang berbicara, menyampaikan sesuai kebutuhannya.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz. 1, hlm. 339]
Syaqiq mengatakan, “‘Abdullah bin Mas’ud ber-talbiyah di atas bukit Shofa, kemudian mengatakan, ‘Wahai lidah, katakanlah kebaikan niscaya engkau mendapatkan keberuntungan, diamlah niscaya engkau selamat, sebelum engaku menyesal.’ Orang-orang bertanya, ‘Wahai Abu ‘Abdurrahman, ini adalah suatu perkataan yang engkau ucapkan sendiri, atau engkau dengar?’ Dia menjawab, ‘Tidak, bahkan aku telah mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثَرُ خَطَايَا إِبْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ
‘Mayoritas kesalahan anak Adam adalah pada lidahnya.‘” (HR. Thabarani, Ibnu ‘Asakir, dan lainnya. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, no. 534).
Diriwayatkan, bahwa Ibnu Buraidah mengatakan, “Aku melihat Ibnu ‘Abbas memegangi lidahnya sambil berkata ‘Celaka engkau, katakanlah kebaikan, engkau mendapatkan keberuntungan. Diamlah dari keburukan, niscaya engkau selamat. Jika tidak, ketahuilah bahwa engaku akan menyesal.’” [Aafatul Lisaan, hlm. 161]
Diriwayatkan, bahwa An-Nakhai berkata, “Manusia binasa pada fudhuulul maal (harta yang melebihi kebutuhan) dan fudhuulul kalam.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 339]
Diriwayatkan, bahwa ada seseorang yang bermimpi bertemu dengan seorang alim besar. Kemudian orang alim itu ditanya tentang keadaannya, dia menjawab, “Aku diperiksa tentang satu kalimat yang dahulu aku ucapkan. Yaitu aku dahulu pernah mengatakan, ‘Manusia sangat membutuhkan hujan!’ Aku ditanya, ‘Tahukah engkau, bahwa Aku (Allah) lebih mengetahui terhadap mashlahat hamba-hamba-Ku?” [Aafatul Lisaan, hlm. 160-161]
Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, “Seorang mukmin itu menyedikitkan omongan dan memperbanyak amalan. Adapun orang munafik, dia memperbanyak omongan dan menyedikitkan amalan.”
Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, “Selama aku belum berbicara dengan satu kalimat, maka aku menguasainya. Namun jika aku telah mengucapkannya, maka kalimat itu menguasaiku.”
Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, “Diam adalah ibadah tanpa kelelahan, keindahan tanpa perhiasan, kewibawaan tanpa kekuasaan, Anda tidak perlu beralasan karenanya, dan dengannya aibmu tertutupi.” [Lihat Hashaaidul Alsun, hlm. 175-176]
Kesimpulannya adalah bahwa kita diperintahkan berbicara yang baik, dan diam dari keburukan. Jika berbicara hendaklah sesuai dengan keperluannya. Wallahul Musta’an.
MASHAADIR:
1- Aafaatul Lisaan fii Dhauil Kitab was Sunnah, karya Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani
2- Al-Adzkaar, karya Imam An-Nawawi, tahqiiq dan takhriij Syaikh Salim Al-Hilaali, penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M
3- Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, karya Imam Ibnu Rajab, dengan penelitian Syu’aib Al-Arnauth dan Ibrahim Bajis; penerbit Ar-Risalah; cet: 5; th: 1414 H/ 1994 M)
4- Hashaaidul Alsun, karya Syaikh Husain Al-’Awaisyah, penerbit. Darul Hijrah. Dan lain-lain.

Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya


Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya

Posted by Admin pada 01/06/2009
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan. Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan yang baik. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Al-Ahzab: 70)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan. Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah Rad. )
Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin no. 1011)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Apabila dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik : “Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan. Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu Ad-Darda’ : “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail : “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”
4. Sufyan Ats-Tsauri : “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5. Al-Ahnaf bin Qais : “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Abu Hatim : “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”
7. Yahya bin ‘Uqbah: “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan dari pada lisan.”
8. Mu’arrifh Al-‘Ijli : “Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak berfaidah bagiku.”
(Lihat Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah Rad. meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)
2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk masuk ke surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d :
Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah Rad. , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah Rad. :
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut. Wallahu a’lam.
Dikutip dari http://asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi, Judul :Lidah Tak Bertulang

Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya


Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya

Posted by Admin pada 01/06/2009
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan. Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan yang baik. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Al-Ahzab: 70)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan. Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah Rad. )
Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin no. 1011)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Apabila dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik : “Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan. Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu Ad-Darda’ : “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail : “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”
4. Sufyan Ats-Tsauri : “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5. Al-Ahnaf bin Qais : “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Abu Hatim : “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”
7. Yahya bin ‘Uqbah: “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan dari pada lisan.”
8. Mu’arrifh Al-‘Ijli : “Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak berfaidah bagiku.”
(Lihat Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah Rad. meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)
2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk masuk ke surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d :
Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah Rad. , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah Rad. :
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut. Wallahu a’lam.
Dikutip dari http://asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi, Judul :Lidah Tak Bertulang

Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya


Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya

Posted by Admin pada 01/06/2009
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan. Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan yang baik. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Al-Ahzab: 70)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan. Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah Rad. )
Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin no. 1011)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Apabila dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik : “Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan. Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu Ad-Darda’ : “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail : “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”
4. Sufyan Ats-Tsauri : “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5. Al-Ahnaf bin Qais : “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Abu Hatim : “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”
7. Yahya bin ‘Uqbah: “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan dari pada lisan.”
8. Mu’arrifh Al-‘Ijli : “Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak berfaidah bagiku.”
(Lihat Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah Rad. meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)
2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk masuk ke surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d :
Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah Rad. , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah Rad. :
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut. Wallahu a’lam.
Dikutip dari http://asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi, Judul :Lidah Tak Bertulang

Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya


Keutamaan Menjaga Lisan dan Buah Hasilnya

Posted by Admin pada 01/06/2009
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan. Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan yang baik. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Al-Ahzab: 70)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan. Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah Rad. )
Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin no. 1011)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Apabila dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik : “Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan. Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu Ad-Darda’ : “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail : “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”
4. Sufyan Ats-Tsauri : “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5. Al-Ahnaf bin Qais : “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Abu Hatim : “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”
7. Yahya bin ‘Uqbah: “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan dari pada lisan.”
8. Mu’arrifh Al-‘Ijli : “Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak berfaidah bagiku.”
(Lihat Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah Rad. meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)
2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk masuk ke surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d :
Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah Rad. , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah Rad. :
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut. Wallahu a’lam.
Dikutip dari http://asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi, Judul :Lidah Tak Bertulang